Cara menarik simpulan dengan analogi (تمثيل) tidak diakui sebagai pola pikir logis. Disukai sastrawan, tapi ilmuwan tidak mau mengakui. Di wacana metodologi ilmiah hanya ada deduksi (قياس المنطقي ) dan induksi (الاستقراء). Adapun analogi tidak pernah disebut.

Lain ladang, lain belalang. Beda dengan civitas academica, kaum santri memeluk ketiga pola pikir dalam satu kali duduk. Ketiganya termasuk ke dalam ilmu yang sama: ilmu manthiq.

Mengapa analogi dilempar dari metodologi ilmiah? Di pihak lain, mengapa analogi seharusnya tidak diabaikan?

Saya tidak akan menjawab langsung. Sebagai gantinya, saya suguhkan fabel tentang landak dan rubah.

Jim Collins (GOOD TO GREAT) dan Daniel Kahneman (THINKING, FAST & SLOW) merujuk kisah pada esai yang sama, yaitu karya Isaiah Berlin. Namun, ajaib dua ilmuwan ini terinspirasi secara berbeda.

Bagi Collins, landak adalah sebagai perumpamaan positif. Bab 5, tepat di tengah GOOD TO GREAT, diberi judul “Konsep Landak”.

Kebalikannya, bagi Kahneman, landak adalah contoh buruk. “Dua landak dengan pendapat berseberangan mengenai satu perkara, yang saling serang gagasan idiot lawannya, menghasilkan tontonan seru,” tulis Kahneman di halaman 258.

THE HEDGEHOG & THE FOX

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *