Siapa mahaguru logika? Masyarakat hampir berkonsensus pada satu nama: Aristoteles (384-322 SM). Guru privat Alexander Agung ini merupakan filosof dan ilmuwan terbesar pada masa dunia kuno. Dia adalah pelopor logika formal.

Logika Aristoteles diajarkan dan berkembang luas di pesantren. Biasa disebut “ilmu manthiq”. Cocok memang dalam tradisi pendidikan yang bersumbu dan bertumpu pada teks. Manthiq berkutat pada makna di balik ucapan (دلالة لفظية وضعية ).

Namun, menurut Michael Hart dalam THE 100, geometri lebih ampuh mengasah logika daripada logika itu sendiri. Euclid lebih berdaya daripada Aristoteles.

Berbeda dengan Aristoteles, rincian biografi Euclid gelap. Tidak banyak yang kita ketahui tentang sosoknya, kecuali secuil. Seperti dia adalah guru di Alexandria, sebuah kota yang dibangung oleh Alexander Agung di Mesir.

Sosok Euclid misterius, gagasannya terang-benderang dalam bukunya setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai ELEMENT. Sebagai buku teks, ELEMENT telah digunakan lebih dari dua ribu tahun!

Bukti sejarah kedahsyatan ELEMENT berlimpah. Tapi satu contoh saja sudah cukup. Sebab contoh ini sedemikian tidak tertandingi. PRINCIPIA MATHEMATICA, magnum opus Isaac Newton, disusun dengan panduan Euclid.

Di atas Aristoteles dan Euclid ada satu nama yang lebih menjulang, tentang bagaimana sebaiknya nalar manusia bekerja. Yaitu Nabi Khidhir, sang guru privat Nabi Musa. Ironis, Nabi Khidhir hampir tidak pernah disebut dalam bahasan tentang logika dan metodologi ilmiah.

Nabi Khidhir adalah sosok mahaguru paripurna. Nabi Khidhir mengajarkan logika bukan di atas kertas melainkan di pentas pengalaman nyata manusia. Perhatikan cerita perjalanan Musa-Khidhir ‘alaihimas salam lebih pelan dan cermat. Karena kelugasannya anda mungkin tergoda untuk melempar jauh buku filsafat.

Kalimat Nabi Khidhir sebegitu kontekstual, lugas, konsisten dan singkat. Itu sejenis silet Ockham, tapi jauh lebih berkelas dan imajinatif.

Nabi Khidhir tidak hanya mengajar Nabi Musa dengan dialog, melainkan juga bertualang. Jalan-jalan mengamati dan terlibat langsung dengan pengalaman. Ini mengingatkan kita pada Roger Bacon atau Galileo Galilei. Bedanya metoda Nabi Khidhir jauh lebih berkelas.

NABI KHIDHIR SANG MAHAGURU LOGIKA (BAGIAN KETIGA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *