Tentu saja bermula dari intuisi. Sebagai contoh, gagasan bahwa “segalanya satu, utuh tak terbagi dan sejatinya tidak ada” mulai terbersit sejak mengaji kitab Safinah kepada Bapak, sebelum saya aqil baligh. Namun perlu waktu belasan tahun untuk bisa terbit secara nasional dan dibagikan rektor ITB 2005-2010 (Prof Dr Ir Djoko Santoso MSc) ke seluruh dekan bawahannya.

ITB itu keras, Bung. Untuk sampai pada pengakuan intelektual saya mulai dari bawah. Berdiskusi dan berdebat dengan putra-putri terbaik bangsa. Sangat melelahkan. Tentu saja.

Matematika Detik hanya salah satu terjemahan dari Titik Ba. Sesederhana itu. Tapi itu artinya perlu satu dekade untuk bisa terbit secara nasional dan rektor ITB 2015-2020 (Prof Dr Ir Kadarsah Suryadi DEA) mengakui sebagai karya yang luar-biasa.

Saran Peter F Drucker

Seorang dosen kami, Prof Isa Setiasyah Toha, pernah mengatakan bahwa ITB adalah Institut Teknologi Bandung, bukan Institut Teori Bandung. Kalimat itu terus mengusik selama bertahun-tahun. Sebab, Titik Ba dan Matematika Detik jelas bukan teknologi. Memang teknologi belum tentu inovasi, tapi sangat dekat dengan inovasi.

Matematika Detik terlalu abstrak. Detail-operasional bagaimana? Matematika Detik diterjemahkan lagi dan dipecah menjadi empat level: A,B,C dan D. Namun, ternyata masih abstrak.

“Hal terpenting, inovasi adalah sesuatu yang bekerja dan bukannya sesuatu yang genius,” saran Peter F Drucker, yang dipandang sebagai penemu manajemen modern.

“Sesuatu yang bekerja”, kriterianya apa? Menurut saya adalah jika sesuatu itu dapat diterjemahkan ke dalam algoritma. Ini memaksa saya memusatkan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang tampak tidak keren. Sesuatu yang sekilas begitu sederhana: ToSM (Test of Second Mathematics).

Drucker datang dan membesarkan hati. “Agar efektif, sebuah inovasi haruslah sederhana dan fokus. Inovasi seharusnya hanya melakukan satu hal; jika tidak, inovasi akan membuat orang bingung. Tentu saja pujian terbesar bagi sebuah inovasi adalah jika orang berkata, “Tentu saja! Mengapa tidak terpikirkan oleh saya? Ini sangat sederhana.”

Drucker meneguhan hati saya untuk memecah ToSM menjadi tiga level: A1 (bilangan asli), A2 (bilangan bulat) dan A3 (bilangan desimal). Ya, saat ini kami berfokus hanya pada satu hal: ToSM level A1.

ToSM level A1. Tampak sangat sederhana, tapi kami memiliki data bahwa gagap hitung dasar bilangan asli adalah wabah. Itu membahayakan, sebab hitung dasar bilangan asli adalah keterampilan dasar yang hampir sama pentingnya dengan baca-tulis.

Drucker benar.

Pada peringatan 100 tahun ITB, saya tidak malu lagi mengaku sebagai bagian dari alumni. Saat ini sebanyak tujuh kali webinar Matematika Detik telah digelar denan host di Jakarta, Semarang dan Medan. Malam ini saya sedang mempersiapkan webinar Matematika Detik sesi-2

Untuk Tuhan, bangsa dan almamater.

*Ahmad Thoha Faz

ITB, Institut “Teori” Bandung?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *