“Inovator barangkali seorang fanatik, seorang yang mencintai pekerjaan mereka, banting-tulang siang-malam, adakalanya mengabaikan hal normal, sehingga dianggap kurang waras.” Demikian Bill Gates, pendiri Microsoft, menceritakan dirinya.

Gates bisa bekerja nonstop 36 jam, kemudian ambruk ke lantai dan langsung jatuh tertidur. Kata Paul Allen, rekan pendiri Microsoft, Gates seolah hidup dalam kondisi biner: berkelimpahan energi karena berbotol-botol Coke dalam satu hati atau tidur pulas bagaikan mati.

Situasi Bill Gates menulis kode program komputer sangat serupa dengan yang saya alami sewaktu menulis buku Matematika Detik dan merumuskan ToSM (Test of Second Mathematics). Totalitas membuat Bill Gates keluar dari Harvard University, hal yang serupa membuang saya dari pekerjaan nyaman: PNS.

Bill Gates dan Paul Allen telah bekerja sama membuat perangkat lunak sedari SMA. Mereka tim yang sangat solid.

Dua sosok ini pasti paham bilangan pecahan, tapi yang diajarkan di sekolah terlalu sederhana. Ketika mereka hendak membuat satu perusahaan, Microsoft, bagaimana bagian yang diterima masing-masing? Apakah setengah dan setengah?

“Tidak sepantasnya kamu mendapat setengah,” kata Gates kepada Allen. “60 – 40 baru adil.” Allen setuju memang Gates lebih berperan daripada dirinya.

Namun, Gates merasa tidak adil. “Saya mengerjakan sebagian besar BASIC dan sudah banyak berkorban sampai-sampai meninggalkan Harvard.” Akhirnya disepakati 64-36.

Bagaimana dengan Matematika Detik? Belasan sahabat silih berganti menjadi mitra. Ada seorang guru SMP yang kemudian menjadi juara 1 guru berprestasi tingkat nasional. Ada seorang yang memilih dropout dari KAUST (King Abdullah University of Science and Technology). Banyak lagi lainnya, dengan prestasi yang tidak sementereng mereka.

Namun, kami tidak membahas saham. Mereka pun datang dan pergi sambil lalu, karena tidak jelas mau ke mana Matematika Detik dan apa untungnya. Saya sendiri sangat yakin, hanya tidak bisa meyakinkan siapapun. Terlalu berat pertaruhan di jalan gelap Matematika Detik.

Mulai agak formal ketika dibentuk PPMD (Pusat Pengembangan Matematika Detik) pada 22 Juni 2014. Namun hanya saya seorang yang bekerja dalam totalitas. Anggota lain lebih sibuk dengan pekerjaan mereka yang memang sudah menghasilkan keuntungan besar. Mereka hanya sesekali dan sambil lalu mengurus Matematika Detik.

Kerjasama formal pertama, tertulis hitam di atas putih, adalah dengan penerbit Intan Pariwara. Senang bukan kepalang, sampai kemudian terbentur aturan tidak terduga. Untuk cetakan pertama, sebelum lulus penilaian Kemendikbud, saya wajib menjualkan 1000 eksemplar Matematika Detik. Bagaimana menjual sebanyak itu?

Aturan itu hanya berlaku pada buku Matematika Detik seri 1 cetakan pertama. Pada seri 1 cetakan kedua TIDAK berlaku. Pada seri 2 cetakan pertama dan seterusnya juga TIDAK berlaku. Bagaimanapun penerbit adalah perusahaan sehingga berorientasi profit. Penerbit tidak mau rugi, dan ‘memaksa’ penulis bergerak maksimal di luar urusan menulis. Tidak mudah, sama seperti kehidupan lainnya.

Sempat pusing luar-biasa. Akhirnya keterdesakan membuat saya berani bermanuver ke mana-mana. Yang penting buku sudah terbit, ini saat yang sempurna untuk menjalin silaturahim ke mana-mana. Tentu saja untuk silaturahim sebagian buku adalah gratis. Tapi saya percaya kekuatan sedekah dan silaturahim.

Keluar dari PNS, saya tersadar bahwa saya sesungguhnya seorang diri. Sekarang waktu semakin luang, sebaiknya saya mengambil alih PPMD. Memang lebih tepat PPMD status quo dibatasi hanya wilayah Slawi atau kalau lebih luas: kabupaten Tegal.

Ini saatnya PPMD bervisi nasional. Saya tidak ingin PPMD sebagai organisasi sambil lalu. Tidak ada pilihan bagi sebuah gagasan selain totalitas.

PPMD pun berubah kepanjangan menjadi Perhimpunan Pengembangan Matematika Detik. Hal itu supaya mencakup juga sahabat yang lebih antusias di Palembang dan pulau Lombok. PPMD status quo hanya bagian dari PPMD yang lebih besar.

Terbukti langkah tepat, Matematika Detik dapat bergerak level nasional. ITB, Kemendikbud RI dan Kemenag RI adalah beberapa organisasi betulan yang sempat mengundang Matematika Detik.

Tiba-tiba datang seorang sahabat Facebook dan rekannya, yang kemudian menawarkan kerjasama: pembentukan sebuah perusahaan. Yaitu, PT Matematika Detik Internasional (PT MDI). Harapan saya sempat melayang, “Semoga ini organisasi betulan.”

Hal yang paling susah adalah bagaimana menentukan saham. Jika berdasarkan rekam jejak, perbandingan adalah jelas, yaitu 100:0. Saya 100, mereka 0. Tapi mereka menghendaki 50:50.

Harus ada cara lain, maka yang terpikirkan oleh saya adalah kontribusi mereka saat ini dan ke depan. Tentu sangat absurd 50:50, mengingat saya telah bekerja dengan totalitas selama belasan tahun.

Akhirnya disepakati saya 58 persen, dengan 5 persen adalah bagian sahabat yang telah dan terus berkomitmen total mengembangkan ToSM on Android, yaitu Aswin. Jadi bagian saya sebenarnya adalah 53 persen. Sahabat yang sudah bersama lama, terutama totalitas dalam desain, mendapat 4 persen.

Mereka, yang memiliki rekam jejak nol, mendapat 38 persen. Tentu saja berharap kontribusi mereka saat ini dan ke depan sesuai dengan proporsi saham mereka.

Agaknya mereka tidak puas saya memegang saham mayoritas. Mereka mengajak orang lain dan meminta tambahan saham 10 persen. Saya hanya 43 persen? Tentu saja saya menolak. “Aswin saja hanya 4 persen.”

Ternyata pelajaran pecahan tidak semudah itu diterapkan di kenyataan. Itu baru proporsi nominal saham. Bagaimana dengan psikologi sebuah tim?

Meski saya pemegang saham mayoritas, faktanya tim MDI hanya terdiri dari tiga orang. Dua teman saya tidak mau membahas urusan sensitif, apalagi dengan orang asing. Ini struktur yang tidak sehat, tidak berimbang. Satu pihak, saya yang telah menggeluti Matematika Detik selama belasan tahun. Pihak lain, dua orang tidak dikenal, juga tidak paham Matematika Detik, tapi lebih berpengalaman dalam politik dan bisnis.

Oleh karena itu, langkah terbaik adalah saya berperan sebagai komisaris. Bukan hanya tertulis di lembar kertas, melainkan di kenyataan. Konkretnya, saya tidak terlibat langsung dalam diskusi operasional. Sebaliknya, sesuai dengan komitmen awal, saya berfokus pada pematangan gagasan. Seharusnya seperti itu. Dengan cara itu, semoga MDI dapat lebih mandiri dan inovatif.

*Ahmad Thoha Faz

SAHAM: NOMINAL VERSUS PSIKOLOGIS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *