Apa yang terlintas spontan di benak anda setiap mendengar marga “Panjaitan”? Ini kalau saya: Luhut Binsar Pandjaitan dan kali ini bertambah satu: Fahruroji Panjaitan. Yang pertama tidak perlu diperkenalkan. Siapa tidak kenal Luhut?

“Alhamdulillah para peserta bahagia, Mas,” kata Fahruroji Panjaitan, direktur POSI (Pelatihan Olimpiade Sains Indonesia), sebuah lembaga pendidikan ternama di Aceh dan Sumater Utara, dengan pusat di Medan, sekitar 2.200 kilometer dari Tegal. POSI siang dan sore tadi menjadi tuan rumah webinar Matematika Detik. Webinar yang pertama dari tiga webinar yang direncanakan.

“Alhamdulillah, 50 persen tujuan webinar sudah tercapai.” 50 persen lainnya adalah bagaimana Matematika Detik bermanfaat nyata dan terukur untuk reformasi pendidikan di Sumatera Utara dan Aceh.

Sebenarnya webinar tadi diprioritaskan untuk warga Sumatera Utara dan Aceh, tapi ternyata melebar. Era digital memang tanpa batas. Ada juga peserta dari Manado dan bahkan Jayapura.

Pembicara juga bukan hanya saya di Tegal, Jawa Tengah. Penggila matematika dan logika, Bung Sandy, juga memberi kesaksian tentang Matematika Detik. Bung Sandy tinggal di Kotabaru, Kalimantan Selatan, sekitar 1.500 kilometer dari Tegal.

“Guru mabuk berdiri, murid mabuk berlari,” kata peraih 15 emas KTOM (kompetisi terbuka olimpiade matematika) itu. “Orang mabuk itu tidak sadar atau paham apa yang dia katakan. Begitu pula pembelajaran matematika di sekolah. Banyak guru dan murid tidak sadar apa yang mereka katakan.”

Bung Sandy juga menceritakan kesan pertama mengenal Matematika Detik. Awalnya juara 1 LTMM (Lomba Trik Master Matematika) ini menduga bahwa Matematika Detik adalah tentang hitung cepat. Sampai kemudian menyadari bahwa Matematika Detik adalah tentang mengasah dan mengelola intuisi. Hitung cepat hanyalah salah satu instrumennya.

Tidak terasa dari mulai jam 14:00 WIB webinar berlangsung antusias sampai menjelang maghrib. Kebetulan baterai saya tepat drop, sehingga tidak sempat mendengar salam penutup.

Peserta antusias dari awal hingga akhir. Bahagia dari awal sampai akhir. Sebab, webinar disertai banyak quiz yang menyentak nalar. Sederhana, tapi menjungkir-balikkan pola pikir selama ini.

Peserta tampaknya mulai paham. Mengapa dan bagaimana pendidikan formal telah benar-benar membekap nalar dan mencekik kreativitas. Lalu bagaimana? Tunggu di webinar kedua.

*Ahmad Thoha Faz

PESERTA BAHAGIA: CATATAN WEBINAR BERPUSAT DI MEDAN, SUMATERA UTARA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *