EMPATI DAN DATA

“Kenapa (berhitung) pakai jari?”
“Biar cepat,” kata Atta Ghatfan Syah, siswa yang baru naik ke kelas 9 di Kafila Internasional Islamic School, Jakarta Timur.

Saya tidak mendebat, atau mengoreksi. Saya paham, demikian itulah anggapan yang sering ditanamkan: berhitung lebih cepat apabila dengan jari. Tidak mudah mengubah persepsi. Jadi, saya berempati.

Setelah mulai mengerjakan Lembar Diagnosis ToSM, persepsi Atta mulai berubah. Menggunakan jari-jemari membuat perhitungan semakin lambat. Juga mengalihkan fokus, dari soal yang sedang dihadapi beralih ke jari-jemari. Bahkan seringkali harus melepas pulpen.

Data bicara. Bahwa menggunakan jari-jemari memperlampat perhitungan.

“Kenapa tidak pakai jari lagi?”
“Supaya cepat.”

Perhitungan adalah sesuatu yang itu-itu saja. 8+5 selama sama dengan 13. Di mana saja. Kapan saja. Sudah seberapa sering siswa kelas 8 SD melakukan kegiatan berhitung 8 + 5 ? Secara teori intuisi sebagai hasil latihan telah terbentuk. Tapi faktanya, tidak. Mengapa?

Pembentukan intuisi melalui latihan memerlukan fokus. Jika fokusnya pada penggunaan jari, intuisi penggunaan jari pula yang akan terbentuk.

*Ahmad Thoha Faz

EMPATI DAN DATA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *