“Ketika anda memulai sesuatu, keputusan pertama dan paling penting adalah dengan siapa anda memulainya.” Kalimat itu diucapkan oleh Peter Thiel dalam FROM ZERO TO ONE (2014). Jika anda membaca karya Jims Collins, GOOD TO GREAT (2001), pesannya sama saja.

Hari ini, 22 Juni 2016, tepat 4 tahun lalu dirintis PPMD (Pusat Pengembangan Matematika Detik). Kebetulan waktu itu, sebagai konseptor dan eksekutor POTJI (Portal Tegal Jepangnya Indonesia), saya berkantor di Taman Rakyat Slawi Ayu (TRASA). Karena itu saya sering bertemu dengan Pak Supangat, pemilik jaringan toko buku Media Ilmu, yang waktu juga ditunjuk sebagai pengelola Trasa Mart.

Pak Supangat memperkenalkan saya dengan Arif Maulana, pengelola jaringan bimbel Bina Cendekia. Bertiga kami membentuk PPMD (Pusat Pengembangan Matematika Detik), dengan direktur Arif Maulana. Hendri Lisdiyantoro, mitra saya sebelumnya, kemudian bergabung.

Benar, gerakan menjadi lebih kencang. Arif Maulana memiliki pasukan bimbel Bina Cendekia, yang terbukti efektif memperkenalkan ToSM ke sejumlah sekolah di Slawi: SMP Muhammadiyah, SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 1. Slawi adalah ibukota Kabupaten Tegal.

ToSM tentu saja juga digunakan di jaringan bimbel Bina Cendekia. Waktu itu ToSM masih dipersepsikan sebagai Matematika Detik. Persepsi yang keliru, tapi sudah sewajarnya demikian.

Masalahnya, target utama ToSM adalah siswa kelas 5 dan 6 SD. Bagaimana ToSM bisa diperkenalkan ke mereka?

Saya bergerak sendiri dengan bekerja sama dengan KKN Universitas Pancasakti (UPS) Tegal dan Universitas Peradaban (UP) Bumiayu. Pekerjaan yang sangat melelahkan, memantau “Kampung Matematika Detik” di lebih dari 40 desa / kelurahan. Agustus 2017 sampai Januari 2018.

20 April 2018, secara resmi saya diberhentikan dari PNS. Praktis saya tidak lagi ke Slawi. PPMD mulai tidak berdaya. Tidak ada kegiatan apapun. Kosong.

Berharap kegiatan berjalan lagi, PPMD diubah menjadi Perhimpunan Pengembangan Matematika Detik. Saya mengambil alih. Pak Supangat dan Arif Maulana mengelola Pusat Perhimpunan Matematika Detik (PPMD) wilayah Kabupaten Tegal. Tetap tidak ada gerakan apapun.

PPMD tidak boleh terbelenggu lokalitas Tegal. PPMD harus bervisi nasional. Kebetulan, pada Januari 2018, kami memenuhi undangan untuk menjadi pemateri seminar khusus Matematika Detik dengan moderator Budiman Sudjatmiko, di Hotel Mercure, Jakarta Pusat.

Visi nasional semakin nyata. Sahabat lama di Teknik Industri ITB, Aswian Editri dan Jauhari Efendi, bergerak di lingkungannya masing-masing. Aswian di Pulau Lombok, yang kemudian berbuah ToSM on Android. Jauhari di Palembang, Sumatera Selatan.

Kami kemudian membentuk Tim Ristek. Selain Aswian dan Jauhari, kemudian bergabung Bintang Alam Semesta dan Sandy. Tentu ada beberapa sahabat lain, tapi tampaknya tidak aktif. Dengan Tim Ristek ini kami terus-menerus berdiskusi, termasuk mempersiapkan Level B “Otak Bukan Kalkulator”.

2018-2019, Matematika Detik mendapatkan reputasi nasional. Sejumlah lembaga berkelas nasional mengundang Matematika Detik: ITB, Mu’allimin Muhammadiyah (pusat kaderisasi Muhammadiyah yang dirintis langsung oleh almarhum KH Ahmad Dahlan), Kemendikbud RI dan Kemenag RI.

Agustus 2019, tiba-tiba seorang sahabat Facebook ingin bertemu. Pak Rohmani, seorang anggota DPR-RI 2009-2014. Satu lagi Edy Ripyanto, seorang mantan kades di Brebes. Di Upnormal Tegal, tiga orang mantan memulai pembicaraan kerja sama. Singkat kata, pada 15 November 2019, PT Matematika Detik Internasional resmi ditandatangani di depan notaris Maria Ulfah Herawati.

Hendri, mitra lama, masuk dan mendapat bagian saham 4 persen. Banyak mitra lama lainnya, termasuk Pak Supangat dan Arif Maulana, tidak masuk. Pertimbangan saya, kontribusi mereka terlalu sedikit.

Jadi, hanya ada empat orang pemegang saham. Tentu saja, sebagai yang memikirkan Matematika Detik siang-malam selama belasan tahu, saya sebagai pemegang saham mayoritas.

Sama seperti pada pendirian PPMD, tepat 4 tahun lalu. Saya bersedia meneken kerja sama jika tidak dibebani operasional, keuangan maupun pemasaran. Saya, bersama Tim Ristek Matematika Detik, berfokus dan seharusnya semakin berfokus mematangkan konten gagasan.

Gagasan Matematika Detik adalah gagasan sangat serius. ToSM saja belum selesai. Padahal ToSM hanya salah satu instrumen Level A “Membaca Angka Secepat Membaca Kata”. Bagaimana dengan Level B “Otak Bukan Kalkulator”?

Gagasan Matematika Detik tidak boleh berhenti. Ketika PT MDI hilang arah, terus bagaimana?

Terpaksa saya harus aktif bergerak. Gaung Matematika Detik tidak boleh mereda senyap. Apalagi, karena wabah Corona, saya tidak lagi terlalu terbebani menulis buku Level B.

Ya, lebih baik fokus total pada Level A sampai benar-benar menyebar seluas-luasnya di seluruh Indonesia. Hanya dengan cara itu Level A dapat terus tumbuh dan beradaptasi dengan berbagai situasi di Indonesia.

Hingga tulisan ini dibuat, saya masih begadang merumuskan gagasan. Saya sedang mematangkan Panduan Instruktur, Modul ToSM dan persiapan webinar ke-2 yang berpusat di Medan.

*Ahmad Thoha Faz

PPMD KE MDI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *