Ahmad Thoha Faz

Buku ini seolah mengangkat kembali Tahafut al-Falasifah karya Hujjatul Islam Al-Ghazali. Bedanya penemuan fisika kini berlimpah-ruang. Ujungnya sama, perdebatan tentang wujud yang niscaya ( واجب الوجود) dan wujud yang mungkin atau “contingent” (ممكن الوجود).

Mengapa dan bagaimana jagad raya ini ada dan dapat dipahami? Kelompok fisikawan terbaik terobsesi menemukan sebuah teori tunggal yang menjelaskan segalanya (Theory of Everything, ToE).

“Segalanya” tentu saja tidak hanya fenomena fisis. Jadi, pada pencarian ToE, fisikawan berlari pada jalur yang salah. Tapi tidak apa-apa. Fisika selalu berkaitan dengan penjelasan ringkas sekaligus detail. Matematika adalah bahasanya!

ToE tidak mungkin ditemukan oleh fisikawan. Sebaliknya, oleh manusia utuh, yang mengandalkan sarwa indera (multisensory), bukan hanya panca indera. Fisikawan, atau siapapun harus melampaui batas nalar, untuk menemukannya.

ToE itu telah ditemukan ribuan tahun lalu, oleh ‘Ali bin Abu Thalib, salah satu kader utama “Kanjeng Nabi” Muhammad bin Abdullah.

ToE adalah #TitikBa. Telah ditemukan! Yang diperlukan oleh kegiatan intelektual adalah menjabarkannya.

Titik Ba: segalanya satu, utuh tak terbagi dan sejatinya tidak ada.

Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
TITIK BA, “THEORY OF EVERYTHING”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *