“Sudah lebih dari 40 juta rupiah tapi tidak ada perubahan apa-apa,” cerita Ani tentang anak sulungnya, Yudistira, yang baru saja naik kelas XII SMA. Uang puluhan juta rupiah tersebut digunakan untuk konsultasi psikologi dan semacamnya. Sia-sia, Yudi tetap saja stress dan frustasi menghadapi matematika.
“Ingin mati,” suara Yudistira lirih. Tapi terasa sangat kuat mencuat dari hatinya yang terdalam. Matematika benar-benar telah menghancurkan hidupnya.
Hal yang mengejutkan, Yudistira sama sekali bukan anak bodoh. Dia anak cerdas. Masalahnya, nalarnya tersumbat.
Bagaimana saya sampai pada simpulan tersebut?
Matematika SD adalah dasar. Jika diringkas ini rumusnya: matematika SD = bernalar + TKKB (Tambah, Kurang, Kali, Bagi).
Dengan ToSM, konvensional maupun digital, masalah terungkap gamblang. Ternyata Yudistira benar-benar tersumbat di TKKB. Sebagai contoh untuk operasi kali skornya adalah 5,55 operasi per menit. Artinya untuk mengerjakan soal semudah 3 x 7, dia perlu waktu lebih dari 10 detik.
Pastilah masa SD yang dialami oleh Yudistira adalah frustasi berkelanjutan. Tekanan batin yang terus bertumpuk bertahun-tahun.
Selama satu bulan lebih, dengan 2-3 kali pertemuan setiap pekan, saya tidak mengajari Yudistira apa-apa. Hanya diagnosis dan terapi ToSM untuk memastikan remaja jangkung ini terbebas dari gagap hitung.
Setelah itu, setelah hitung dasar dikuasai sampai level intuitif, matematika tiba-tiba menjadi mudah dan asyik.
Yudistira hanya satu contoh. Banyak kasus semacam itu. TKKB seharusnya tuntas begitu anak lulus SD. Faktanya lebih dari 90 persen kelas 5-6 SD mengidap gagap hitung. Lalu bagaimana?
Hanya anak orang kaya dapat saya tangani. Dengan Rp 150.000 untuk sekali bimbingan hanya sedikit yang “sanggup”. Selain itu, kapasitas di tempat saya sangat terbatas. Saya lebih berfokus ke litbang, terus mematangkan instrumen diagnosis dan terapi ToSM.
Sebenarnya, asalkan memahami teorinya, praktik ToSM sangat-sangat mudah. Yang diperlukan, setelah paham psikologi di balik ToSM, adalah pendampingan yang konsisten.
Praktik ToSM, seperti di sejumlah sekolah, dapat diselipkan sebagai ekstrakurikuler. Jangan berpikir rumit, praktik ToSM sangat-sangat-sangat sederhana. Seperti olahraga berlari, ToSM sederhana dan asyik, apabila apabila dilakukan bersama-sama.
Ini tantangannya: ToSM memerlukan pemahaman teori secermat mungkin. Selain itu menuntut kebahagiaan tiada henti dan kedisiplinan.
O ya, seperti praktik yang saya lakukan, siapapun bisa membuka praktik mandiri. Yang paling lama adalah membuat modul. Tapi anda tidak perlu melakukan hal itu, tinggal memesan ke mitra Matematika Detik: PT Matematika Detik Internasional (PT MDI), POSI di Medan atau AKDI di Semarang.
*Ahmad Thoha Faz