Mutawatir, adalah istilah yang sering digunakan dalam ilmu hadits pada agama Islam, yaitu suatu hadits yang di setiap mata rantai sanadnya terdapat banyak perawi yang mana mustahil orang dengan jumlah sebanyak itu bisa bersepakat untuk menyampaikan kebohongan atau kekeliruan yang sama. Saya sendiri tidak tahu berapa batasan minimal yang disepakati untuk banyaknya perawi pada setiap mata rantai sanad, yang jelas banyaknya dapat meyakinkan kita bahwa mereka mustahil bisa bersepakat untuk menyampaikan kebohongan yang sama. Namun disini, saya bermaksud menyampaikan tentang mutawatir menurut kacamata ilmu logika.

Dalam ilmu logika, kabar yang sampai secara mutawatir harus diakui sebagai ad-judiciam, yaitu sesuatu yang kebenarannya tak bisa dibantah. Namun ada hal yang tak boleh kita lupakan, bahwa selain ditentukan oleh banyaknya pembawa kabar, status mutawatir baru bisa melekat jika sudah dilakukan penyelidikan yang cukup kepada masing-masing orang pembawa kabar tsb.

Sebuah ilustrasi humoris yang sudah banyak beredar, adalah ketika empat orang mahasiswa terlambat mengikuti ujian tertulis yang diberikan dosen di kelas dengan alasan mobil yang mereka tumpangi mengalami kebocoran ban. Sang dosen memberikan izin kepada mereka untuk mengikuti ujian tertulis susulan, dengan syarat keempat mahasiswa tsb ujian pada ruangan terpisah. Singkat cerita, masing-masing mereka di ruang terpisah telah mendapat lembaran soal ujian yang harus dijawab. Ternyata jumlah soal tidak banyak, hanya dua saja itupun berupa pilihan ganda. Pertanyaan pertama sangat mudah dan bisa dijawab dengan cepat oleh keempat mahasiswa. sedangkan soal berikutnya;

2. Ban mobil sebelah mana yang bocor?

a. Kiri depan

b. Kanan depan

c. Kiri belakang

d. Kanan belakang

Apakah penting bagi dosen untuk mengetahui ban mana yang bocor? Tidak, tapi yang penting adalah bagaimana jawaban-jawaban mahasiswa bisa meyakinkan dosen bahwa kabar bocornya ban itu benar, tidak peduli ban sebelah mana.

Ilustrasi di atas merupakan contoh bagaimana menyelidiki kemutawatiran suatu kabar, dimana empat orang sudah dinilai cukup memenuhi syarat jumlah agar mereka mustahil bisa bersepakat mengatakan kebohongan yang sama. Walaupun pada prakteknya mungkin kita tidak cukup hanya mengujinya dengan sebuah pertanyaan saja.

Pada kasus perzinaan, agama Islam menuntun agar kita jangan menghukum tertuduh penzina secara terburu-buru, melainkan harus dihadirkan paling tidak empat orang saksi. Tapi menurut logika, bukan berarti ketika empat saksi tsb sama-sama mengaku bahwa mereka menyaksikan si fulan telah berzina maka hukuman telah pantas dijatuhkan pada si tertuduh, melainkan melalui penyelidikan yang cukup kepada masing-masing saksi yang memaksa akal kita untuk tak lagi bisa menolak kesaksiannya sebagai sebuah kebenaran. Kira-kira, pertanyaan apa yang pantas diajukan kepada masing-masing saksi agar derajat mutawatir pada kabar perzinaan bisa melekat?

MUTAWATIR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *