Kemarin, saya membaca catatan Ustadz Ade Machnun Saputra, direktur AKDI (Akademi Kesadaran Diri Indonesia). Saya salin saja secara lengkap di bawah ini.

“Malam ini lagi pengen cerita awal mula perjumpaan saya dengan Matematika Detik yang begitu berkesan bagi saya, karena keputusan saya ini menarik saya pada satu titik dimana saya terus dilontarkan untuk bertumbuh detik demi detik. Awal bulan April 2020 untuk kesekian kalinya saya belajar kembali, lebih tepatnya bimbingan meningkatkan level kesadaran pada stase cogito/nalar didampingi oleh sahabat teman sekaligus mentor saya Aswar, pengasuh kelompok belajar David R Hawkins Indonesia.Sepulangnya dari perbincangan hari itu ada sebuah kesadaran dalam diri yang mendorong saya untuk mencari dan membaca materi tentang ilmu alam apakah itu fisika biologi termasuk matematika.Sebuah hal yang saya pikir berbeda dari sebelum-sebelumnya bahkan saya kurang antusias pada buku-buku ini sebelumnya, Selain kurang relevan dengan pekerjaan dari segi keminatan pun Saya kurang begitu minat.Tapi entah kenapa hari itu itu sayang memilih memutuskan dengan sadar untuk mengikuti dorongan kuat dari batin ini pergi ke Gramedia menuju rak buku ke arah kelompok buku buku sains.Sekelebat pandangan saya mata tertuju pada buku Matematika Detik dan saat itu juga saya putuskan untuk meminangnya seperti terhipnotis akhirnya saya mengembalikan semua buku yang saat itu susah saya pilih mau saya beli dan ke kasir hanya membawa pulang Matematika Detik. Bukan karena kurang uang, tapi pengen cepat cepat baca isinya.”

Sebenarnya sudah lama saya memikirkan dan berharap berkunjung ke kota ini: Semarang. Sebab, Matematika Detik telah dua kali diundang ke Yogyakarta. Yaitu, ke Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah dan Sekolah Alam Yogya (Sayogya). Juga ke Jabotabek dan Bandung. Surabaya juga sudah terbayang. Mengapa sama sekali tidak ada kabar dari ibukota provinsi tempat saya tinggal ini?

Fakta ini cukup menghibur. Sejauh ini Semarang telah sering mendatangi Tegal. Sudah ada dua judul skripsi tentang Matematika Detik (atau lebih tepatnya ToSM) yang ditulis oleh warga akademis Universitas Negeri Semarang (UNNES). Malah kemarin ada judul skripsi UNNES yang di luar pantauan kami. Juga ada dua mahasiswi UNNES yang melakukan PKL. Juga ada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bertema ToSM atas nama Universitas Diponegoro (UNDIP).

Bukankah Semarang sudah lengkap? Belum. Semarang belum satu kalipun mengundang penemu Matematika Detik. Bahkan kami pernah mengirim buku Matematika Detik ke Gubernur Ganjar Pranowo. Tidak ada respons.

Jalan buntu. Tidak terbayang ada pintu untuk menuju Lawang Sewu. Sampai kemudian tiba-tiba ada pesan WhatsApp dari orang yang tidak dikenal. Sekarang saya tahu namanya: Ade Machnun Saputra.

Senang sekali, lega rasanya, Ustadz Ade Machnun dan Master Jodhy Rachman saat ini sedang membimbing mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi UIN Walisongo Semarang. Antara lain tentang Matematika Detik dan ToSM. Barokallahu.

*Ahmad Thoha Faz

JALAN TIDAK TERDUGA KE SEMARANG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *