Gerakan berantas buta huruf pada masa rezim Orde Lama dan Orde Baru terbilang sukses. Saat ini remaja maupun orang dewasa yang tidak bisa menguasai baca-tulis adalah langka.

Bagaimana buta huruf al-Qur’an? Fakta menunjukkan 53,8  persen penduduk muslim di Indonesia tidak bisa membaca Al-Quran(Susenas, BPS-2013). Bertitik tolak dari masalah nyata dan mewabah itu kemudian muncul ribuan TPA atau TPQ (Taman Pendidikan al-Quran) di seluruh pelosok negeri.

TPA atau TPQ adalah wadahnya. Metodenya yang paling awal adalah “Iqro” yang dicetuskan oleh KH As’ad Humam, sosok yang mengalami pengapuran tulang belakang, hingga pendidikan formal pun hanya sampai kelas II Mualimin Muhammadiyah (setingkat SMA) di Yogyakarta. Kini K.H. As’ad Humam dipandang sebagai pahlawan pemberantasan buta huruf al-Quran.

Terus-terang, K.H As’ad Humam dengan metode Iqro, selain K.H. Dachlan Salim Zarkasyi dengan menemukan metode Qiroati, adalah rujukan kami sewaktu merumuskan ToSM (Test of Second Mathematics). 

Metode Iqro dan sejenisnya telah menggantikan Qowaid Al-Baghdadiyah, sehingga belajar al-Quran menjadi lebih mudah dan cepat. Tepat, ToSM adalah seumpama metode Iqro dalam hal pemberantasan gagap hitung. ToSM hendak menggantikan penggunaan jari-jemari yang faktanya menjadi biang-keladi di balik penyakit gagap hitung yang mewabah.

Cara kerja ToSM pun sangat serupa dengan metode Iqro. Satu orang instruktur (ustadz) menghadapi dan menangani beberapa klien (santri). Bedanya ini: pada ToSM klien (santri) mencoret-coret Modul ToSM. Sebab, bagaimana pun, kodrat matematika terutama adalah bahasa visual-kinetik.

Hm, saya jadi terpikir, bagaimana ToSM disisipkan sebagai materi TPA atau TPQ? Selain tentu saja ToSM diadopsi sebagai kegiatan ekskul di sekolah, suplemen di bimbel, atau praktik mandiri.

*Ahmad Thoha Faz

BELAJAR DARI METODE IQRO’

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *