Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamd.

Hari ini sangat istimewa. Miliaran manusia berucap dan bertakbir bersama, digerakkan kisah Ibrahim beserta istri dan anaknya.

Kebetulan, hari ini adalah hari lahir dua sosok di balik ToSM (Test of Second Mathematics). Yaitu Aswian Editri Sutriandi dan tentu saja saya sendiri.

Ini kesempatan yang baik untuk menatap kaca spion. Sambil bertanya, seberapa jauh jarak yang telah kami tempuh?

ToSM tidak muncul dari batu. ToSM muncul dari perjalanan sejarah. Bermula dari Titik Ba, yang terbit sekitar 13 tahun lalu. Perjalanan yang sangat berat, meletihkan dengan degup jantung lebih kencang dipompa situasi ketidakpastian. Tidak sanggup dan tidak mau rasanya mengulanginya lagi.

Namun, ketakterdugaan seolah terus memaksa saya terus bergerak. Di balik terbitnya Titik Ba adalah rangkaian peristiwa di luar rencana. Di sini, saya ingin memulai saja dengan peristiwa Titik Ba terbit pada tahun 2007.

Tidak terduga. Terpikir pun tidak. Siapa sangka bupati Tegal waktu itu menyambut begitu antusias, sehingga menguatkan halusinasi bahwa saya dimunculkan di muka bumi ini untuk membawa misi Titik Ba?

Tidak terduga. Terpikir pun tidak. Maret 2008, tiba-tiba datang undangan dari Mas Tom (Utomo Dananjaya) untuk bertemu. Saya tidak lagi sendiri, terobsesi membumikan Titik Ba.

Tidak terduga. Matematika Detik muncul di halaman muka Suara Merdeka, harian terbesar di Jawa Tengah, pada 6 Februari 2015, tepat pada hari lahir Mas Tom yang telah meninggal pada 22 Juli 2014.

Tidak terduga, tiba-tiba penerbit Intan Pariwara menghubungi. Konon, berawal dari kecurigaan sang direktur, bahwa Matematika Detik menjiplak Detik-Detik yang merupakan produk andalannya.

Tidak terduga, Titik Ba terbit kembali tepat pada 40 tahun usia, sekitar sebulan sejak saya diberhentikan resmi dari PNS.

Tidak terduga, tiba-tiba seorang sahabat tertarik untuk mendigitalkan ToSM, salah satu instrumen aplikatif dari Matematika Detik. Tentu saya langsung sepakat, sebab sahabat ini dulu pernah berusaha mendigitalkan Titik Ba.

Tidak terduga, tiba-tiba datang undangan dari Kemendikbud RI untuk pelatihan numerasi. Bukan sekali, melainkan dua kali.

Tidak terduga, tiba-tiba datang mantan anggota DPR-RI yang mengajak pembentukan PT Matematika Detik Internasional.

Tidak terduga, tiba-tiba muncul pesan WhatsApp dari seorang pembaca Matematika Detik, yang kemudian mendirikan Akademi Kesadaran Diri Indonesia (AKDI). Sama tidak terduga, tiba-tiba muncul tawaran kerja sama dari Pelatihan Olimpiade Sains Indonesia (POSI).

Ketika saya bergerak mengikuti intuisi, hampir selalu kesalahan atau kegagalan yang saya alami. Ketika hampir putus asa, tiba-tiba jalan kembali terbuka.

“Istiqomah” memang lebih baik daripada 1000 “karomah”. Sebab istiqomah adalah sarana kemunculan lebih dari 1000 karomah.

*Ahmad Thoha Faz

13 TAHUN MENGIKUTI INTUISI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *