Ahmad Thoha Faz

“Tidak sebanyak itu yang perlu saya tuntut. Saya cuma perlu satu titik. Di Titik Ba itu, Kanjeng,” balas seorang yang bertekad kuat menjadi santri, Raden Syahid yang kelak bergelar Sunan Kalijaga.

Sebagai hamba Allahu ta’ala, diri adalah “tidak ada” (0). Ego harus musnah. Tiada ilah selain Allah ( لا اله الا الله). Tiada kehendak, pun tiada kekuatan, kecuali atas izin Allahu ta’ala ( لا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم ).

Sebagai khalifatullah fil ardh, diri adalah satu, utuh tak terbagi (1). Jagad raya (dunia) bisa dipahami, karena jagad raya adalah bagian dari diri. Dengan tirakat semacam itu James Clerk Maxwell menemukan gelombang elektromagnetik dan Albert Einstein merumuskan Teori Relativitas.

“Apa yang ada dalam diri manusia adalah dunia, dan apa yang tidak dapat ditampung dunia adalah manusia,” demikian Bapak Spiritual Pakistan, Muhammad Iqbal.

Satu, utuh tak terbagi dan sejatinya tidak ada itulah “titik”, sesuatu yang tidak layak disebut ( لم يكن شيئا مذكورا). Jagad raya materi bermula dari titik big bang. Diri biologis manusia bermula dari “titik” pertemuan sperma dan ovum. Tampilan visual (aksara) al-Quran bermula dari titik ba.

Pada zaman Nabi masih hidup, titik ba tidak ada. Saat ini simbol itu ada. Jadi, apakah titik ba ada? Ada tapi sejatinya tidak ada.

Di matematika, titik yang dianggap bermakna akan diberi nama. Seperti titik A, B dan C pada segitiga. Apakah segitiga hanya terdiri dari 3 titik? Tidak. Ada titik tak hingga yang membentuk segitiga, tapi hanya 3 titik yang dianggap penting.

Hidup kita ini adalah serangkaian titik waktu. Hanya yang disertakan dengan nama Allahu, Dialah الرحمن الرحيم, akan menjadi titik yang bermakna.
كل امر ذي بال لا يبدأ ببسم الله الرحمن الرحيم فهو اقطع

Segalanya, jagad raya maupun aksara, tidaklah punya makna. Diri manusia itulah yang memberi makna.

Titik O (0,0,0,0) menjadi rujukan pada setiap kejadian dalam ruang-waktu (x,y,z,t). Bagi seorang muslim, Titik O seharusnya menjadi Titik Ba di bawah huruf ba yang mengawali basmalah.

#TitikBa: segalanya satu, utuh tak terbagi dan sejatinya tidak ada.

Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
TITIK BA, “KURIKULUM TUNGGAL” SEORANG SANTRI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *