Ahmad Thoha Faz

Semakin menjelang akhir semakin panas dan antusias. Audiens santri (pada sore sampai malam) dan ustadz (pada pagi sampai siang) sama saja. “Pantas saja sampai stress,” seloroh mereka.

Pelan-pelan. Saya memulai bahasan #TitikBa dengan cerita (story), baik sejarah (his story) maupun perjalanan pribadi (my story).

Pada sejarah Titik Ba, muncul dua tokoh besar: ‘Ali bin Abu Thalib karramallahu wajhahu dan Raden Syahid alias Sunan Kalijaga. Apakah ucapan ‘Ali bin Abu Thalib, juga dialog Raden Syahid dengan Sunan Bonang, adalah hoax story? Saya kembalikan hal itu ke audiens.

Mendasarkan Titik Ba pada “history” semacam itu boleh jadi ibarat membangun di atas tanah yang labil.

Oleh karena itu, sebagai sarjana teknik industri, Titik Ba yang saya tulis lebih didasarkan pada my story: bagaimana membuat model visual untuk merangkum “semua” hasil pembacaan terhadap dunia, diri dan al-Qur’an.

Sebagai model, sama seperti model atom atau semua teori ilmiah mana pun, Titik Ba yang saya buat pasti “salah”. Peta tidak pernah sama dengan wilayah.

Namun, sejauh ini, tidak satu kali pun model Titik Ba gagal membantu saya membaca apapun, baik berupa aksara maupun fenomena alam semesta. Tentu saja, ini yang lebih penting, bagaimana Titik Ba memandu pada penemuan tidak terduga. Wallahu a’lam.

Titik Ba: segalanya satu, utuh tak terbagi dan sejatinya tidak ada.

Matur nuwun Ustadz Zia Ul Haq dan Ustadz Arif Rohman AlWanasary.

Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
HIS STORY & MY STORY (CERITA DARI YOGYA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *