Kita sering tertipu, menganggap bahwa sesuatu yang berbeda adalah berbeda. Kucing berbeda dengan anjing, padahal keduanya sama: sama-sama mammalia. Kita mengganggap bahwa manusia dan cacing kremi adalah berbeda, padahal keduanya sama: sama-sama warga kingdom animalia.

Isaac Newton (1642-1727) menyadari bahwa kecepatan sesaat dan gradien garis singgung itu sama. Albert Einstein (1879-1955) menyadari bahwa massa dan energi adalah sesuatu yang sama.

Berpikir adalah menemukan keterkaitan dari sesuatu yang tampak terpisah. Oleh karena itu, puncak dari berpikir adalah menyadari bahwa segalanya satu, utuh tak terbagi dan sejatinya tidak ada.

Matematika itu susah. Bahasa Arab itu susah. Saya sempat tertipu, bahwa keduanya berbeda. Padahal keduanya sama-sama bahasa manusia. Keduanya adalah tentang sastra dan logika!

Beberapa hari lalu, memeriksa finishing draft pracetak dari penerbit, yaitu draft #MatematikaDetik (MD) seri 2 “Level A: Membaca Angka Secepat Membaca Kata”. Terutama dua instrumen Level A, yaitu #TOSM (Test of Second Mathematics) dan #HitungIntuitif.

Biang kesulitan belajar matematika adalah terlalu berfokus pada segudang aturan dan istilah. Akibatnya, alih-alih menikmati getaran dari dalam, sejak dari awal otak siswa dibuat mencekam. Takut salah, cemas kalau-kalau melanggar aturan.

Belajar bahasa Arab lebih parah lagi. Lebih susah lagi. Terlampau berfokus pada tata bahasa (nahwu-shorof), dengan istilahnya yang segudang.

Sebenarnya saya tidak terlalu bodoh. Semasa belajar nahwu-shorof, lughatul ‘arabiyyah, hadits dsb di SMP Penawaja, nilai saya selalu tertinggi. Saya selalu ranking 1 paralel, dengan nilai jauh di atas ranking 2. Sebagai contoh rata-rata nilai saya 8,6 dan 8,5, sementara itu ranking 2 mendapat 7,6 dan 7,5. Tapi, ini yang membuat jengkel, sampai sekarang saya terbata-bata membaca kitab gundul.

Ini yang lebih menjengkelkan. Saya sangat terlambat menikmati kisah-kisah luar-biasa dari al-Quran. Apakah saya akan mewariskan kekecewaan serupa? Apakah pola lama terus diulang-ulang saja?

#AyatAyatCerita (AAC) adalah ikhtiar bagaimana kita bisa menikmati kisah-kisah dari al-Quran, langsung dengan bahasa aslinya (bahasa Arab). Fokus AAC adalah pada cerita, kosakata, dan keterlibatan penuh 4H (heart, head, hands, habits). Ini sebenarnya melanjutkan proses dan cita-cita dari MAKIYAH, yang kami rintis pada 20 tahun lalu (1999-2002).

Keterangan foto tidak tersedia.
Gambar mungkin berisi: dalam ruangan
DUA MASALAH, SATU TEMA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *