Di WhatsApp Group (WAG) “Kandidat Instruktur Matematika Detik dari AKDI” sedang ramai memperbincangkan aplikasi ToSM. Sempat saya membayangkan situasi sebaliknya. Seandainya tanpa aplikasi ToSM, apakah ToSM akan mendapat perhatian dan kepercayaan seperti sekarang ini?

Saya paham, agar menjadi berguna sebuah gagasan harus diterjemahkan sampai “detail-operasional”. Maksudnya, dalam tinjauan seorang sarjana teknik industri, sampai detail operasional adalah sampai dibuatkan instruksi sejelas mungkin. Sampai dibuatkan algoritma. Tentu tidak semua bisa dibuatkan algoritma. Jadi mana yang sebaiknya dibuatkan algoritma adalah mana yang sebaiknya dibuatkan algoritma. Jelas?

Saya tahu, bahwa sebaiknya ToSM dibuatkan aplikasi digital (app). Masalahnya saya tidak menguasai pemrograman komputer.

Apakah sebaiknya membayar programer profesional ? Selain masalah dana, apakah programer yang dibayar mahal benar-benar mau sepenuh hati menggarap dan merawat aplikasi?

Masalah tidak terpecahkan. Buntu. Maka sebaiknya tidak dipikirkan. Lebih baik berfokus pada apa yang bisa dipikirkan dan dilakukan. Selain itu, saya bagikan seluas-luasnya gagasan saya, tentang Matematika Detik dan khususnya ToSM, kepada dunia.

Wabah gagap hitung adalah masalah dunia, bukan masalah saya, maka selayaknya dunia tahu. Saya terus bercerita di Facebook, sebuah cara berbagi gagasan yang manfaatnya luar-biasa dahsyat.

Tidak terduga, bahkan tidak pernah terlintas di pikiran, Aswian Editri Sutriandi tertarik. Aswin, begitu kami menyingkat namanya. Dia adalah sahabat satu angkatan di Teknik Industri ITB dan kini pulang kampung di pulau Lombok, NTB.

Sudah belasan tahun kami tidak bertemu. Semasa kuliah pun kami tidak akrab, mungkin hanya satu atau dua kali pernah berbasa-basi. Sampai kemudian saya berbagi Titik Ba di milis angkatan dan jago programming ini adalah sosok yang paling antusias. Kami sama-sama terlahir pada 31 Juli, tapi sama sekali bukan itu alasan persahabatan kami, melainkan ini: Titik Ba.

Pelajaran Penting dari Buku Manajemen

Peter Thiel, dalam ZERO TO ONE (2014), menulis, “Ketika anda memulai sesuatu, keputusan pertama dan paling penting adalah dengan siapa anda memulainya. … Para pendiri harus memiliki sejarah sebelum mereka memulai perusahaan, tanpa itu mereka hanya seperti melempar sebuah dadu.”

Thiel benar pada kalimat pertama. Pada kalimat kedua frasa “memiliki sejarah” perlu ditafsirkan lebih lanjut.

Thiel merumuskan kalimat itu berdasarkan pengetahuan dan juga pengalamannya sebagai pendiri beberapa perusahaan seperti PayPal dan Palantir. Memang demikian seharusnya. Sebab, 3C (character, competence, connection) seseorang telah terbangun selama puluhan tahun, jangan berjudi anda bisa mengubah mitra kerja anda.

Marcus Buckingham dan Curt Coffman, dalam FIRST, BREAK ALL THE RULES (1999), menuliskan mantra milik para manajer hebat di dunia:

Manusia tidak berubah sebanyak itu. Jangan membuang waktu, berusaha menggunakan apa yang tidak tersedia. Berusahalah memanfaatkan yang tersedia. Itu pun sudah cukup sulit.

Kepada seorang sahabat, seorang pendiri dan direktur utama sebuah perusahaan, saya sempat bertanya tentang rahasia rekrutmen karyawan yang dia lakukan. Persis, mantra manajer hebat tersebut yang dia ucapkan dan lakukan.

Mengapa Buckingham dan Coffman menggunakan judul FIRST, BREAK ALL THE RULES? Tidak ada jawaban eksplisit. Seisi buku tersebut itulah jawabannya.

Saya semakin paham maksud Buckingham dan Coffman sewaktu membaca karya Jim Collins, yaitu GOOD TO GREAT (2001).

Jim Collins menulis, “Saat memulai proyek penelitian, kami berharap menemukan bahwa langkah pertama membawa perusahaan dari bagus ke hebat adalah mematok arah baru, visi baru, dan strategi baru bagi perusahaan. Kemudian, membuat orang berkomitmen dan menyelaraskan diri sesuai dengan arah baru tersebut. Kami menemukan hal yang agak berlawanan.”

Apa yang dimaksud oleh Collins sebagai hal yang agak berlawanan? Ternyata perusahaan yang bergerak dari bagus ke hebat yang pertama mereka lakukan adalah mematahkan semua aturan yang berlaku, yaitu memulai dari apa (a rah baru, visi baru, dan strategi baru).

Ini penjelasan Collins. Pertama-tama mencari orang yang tepat untuk duduk di dalam buas (dan mendepak orang yang tidak cocok untuk keluar dari bus) dan barulah mencari tahu ke mana harus membawa bus itu. Mengapa?

Pertama, jika anda mulai dengan “siapa” ketimbang “apa”, anda bisa dengan lebih mudah beradaptasi dengan dunia yang berubah.

Kedua, jika anda memiliki orang yang tepat di atas bus, masalah bagaimana memotivasi dan mengelola orang secara umum akan hilang.

*Ahmad Thoha Faz

“SIAPA” MENDAHULUI “APA”: PELAJARAN TERPENTING KERJA TIM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *