Suatu kebetulan anak ini memiliki tanggal lahir yang sama dengan Mas Tom (almarhum Utomo Dananjaya), 6 Februari. Mas Tom adalah sosok yang terus menyemangati saya untuk dapat menemukan sesuatu yang detail-operasional. Dan anak ini, namanya Aufa, adalah kisah sukses pertama #ToSM (Test
FONDASI MATEMATIKA DETIK
“Manusia berpikir dengan dua cara: cepat dan lambat. Temuan psikolog Daniel Kahneman itu diterapkan pada ilmu ekonomi yang membawanya pada Nobel ekonomi 2002 dan–dilanjutkan oleh ilmuwan lain, Richard Thaler–Nobel ekonomi 2017. Bisakah temuan tersebut diterapkan pada pembelajaran semua cabang ilmu?
SKOR ToSM
Alfred Binet (1857-1911), pelopor paling terkenal dalam pengujian kecerdasan, tidak bosan-bosan mengatakan bahwa tujuan pengukuran IQ bukan untuk memberi hadiah kepada anak-anak berbakat, melainkan untuk memberi perhatian khusus kepada anak-anak kurang beruntung. Kurang-lebih seperti itu kita memperlakukan skor #ToSM (Test of Second
SEKALI LAGI, KEJERNIHAN NALAR!
“Kelereng A 1 kg. Kelereng B 5 kg. Jika keduanya dijatuhkan pada ketinggian yang sama, katakanlah 100 meter, kelereng mana yang sampai ke tanah lebih dulu?” Tidak mengejutkan, salah satu jawara fisika tertinggi di Kota Tegal ini sepakat dengan Aristoteles.
KELIRU MENERAPKAN ATURAN
Perhatikan soal cerita pada nomor 2. Rafa (kelas 6 SD) menerjemahkan cerita ke dalam “kalimat matematika” sebagai berikut: 162 + 15 x 18 : 27 Selanjutnya, karena perkalian didahulukan daripada penjumlahan, maka: 162+ (15 x 18) : 27 Hasil akhirnya
GARA-GARA NAMA
“Detik-Detik” adalah produk Intan Pariwara dengan oplah jutaan eksemplar per tahun. Ya, jutaan. Wajar, ketika ada berita tentang #MatematikaDetik di halaman muka Suara Merdeka (harian cetak terbesar di Jawa Tengah), pada 6 Februari 2015, Intan Pariwara terusik. Mereka sempat menyangka Matematika Detik